Home Blog Page 7

Buah Tropis Unggul yang Sukses Dibudidayakan di Indonesia (6)

8

Rambutan Binjai, tanaman asli Indonesia yang mempesona Dunia.

Binjai

Buah Tropis Unggul yang Sukses Dibudidayakan di Indonesia (4)

12

Jambu Air Citra, jambu cantik dari Indonesia yang sudah mendunia.

Jambu Air

Buah Tropis Unggul yang Sukses Dibudidayakan di Indonesia (3)

4

Buah Naga Red Dragon dengan Antioksidan, Serat Pangan dan Vitamin C Tinggi.

Buah Tropis Unggul yang Sukses Dibudidayakan di Indonesia (2)

4

Buah Impor yang Ditanam di Indonesia Lebih Baik dari di Tempat Asalnya

Buah Tropis Unggul yang Sukses Dibudidayakan di Indonesia (1)

0

Tidak ada tanah yang lebih subur daripada Tanah Indonesia.

Mengurai Problematika Pertanian, Menemukan Kunci Kemakmuran Bangsa

6

Catatan Akhir Tahun Pertanian Indonesia

Semaju dan sehebat apapun sebuah negara, pasti menyelesaikan terlebih dahulu urusan pangan. Tak terkecuali Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Cina dan Rusia. Tanpa bisa memberi makan rakyatnya segala industri dan teknologi tinggi tidak akan ada artinya. Salah satu fondasi dan pilar utama pangan adalah pertanian, dimana negara-negara maju tersebut di atas mempunyai fondasi yang sangat kuat di bidang pertanian. Kemudian bagaimana pertanian Indonesia, khususnya Jawa Tengah? Tulisan ini akan memberikan gambaran problema dan formula solusi keterpurukan pertanian Indonesia, yang seringkali luput dari mata presiden, menteri, para pemimpin daerah, dan departemen serta dinas-dinas terkait dalam pertanian. Padahal sebagai negara tropis, peluang bidang pertanian sangat luar biasa, termasuk sebagai senjata utama untuk mengalahkan kemiskinan untuk memakmurkan bangsa. Bagaima bisa? Berikut solusi permaparan kami, yang hanya bisa dilaksanakan oleh Negarawan bukan politisi.

Memerangi kemiskinan bukan pekerjaan mudah, tapi wajib dilakukan oleh semua pemimpin bangsa di seluruh muka bumi ini. Kunci kemenangan melawan kemiskinan ada pada kecerdasan visi para pemimpin dan kemauan serta langkah nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Sama sekali bukan retorika para politisi hedonis untuk merayu rakyat agar memilihnya, seperti –akan memberi kredit mikro, akan melatih wirausaha, akan memberi sekolah gratis, akan mensubsidi ini itu dst.. dst.., bukan juga wacana dan teori para cendekiawan dan akademisi yang kakinya tidak pernah menyentuh tanah.
Pertama kali yang harus kita lakukan untuk memakmurkan rakyat adalah merubah main-set pemikiran pemerintah Indonesia yang selama ini –disadari atau tidak– adalah upaya melestarikan kemiskinan, dengan selalu memposisikan bahwa rakyat itu selalu miskin dan pemerintah adalah bos besar (sinterklas), sehingga oleh bos besar rakyat perlu diberi askeskin (asuransi kesehatan rakyat miskin), raskin (beras miskin), BLT dan bantuan serta subsidi lainnya, kemudian rakyatnya sendiri masih tega dilabeli: gakin (keluarga miskin). Main-set bahwa rakyat itu miskin harus diubah menjadi: RAKYAT INDONESIA HARUS KAYA. Lihat Foto: 1
Mengapa senjata utama memerangi adalah pertanian? Pertama, riil sebagian besar permasalahan kemiskinan, –anak-anak desa putus sekolah, ibu hamil & anak balitanya meninggal kelaparan di Makasar; kelaparan massal di Yokuhimo, Papua; KLB busung lapar di Rote Ndao, NTT; Di Serang rakyat makan nasi aking. Semua bersinggungan langsung dengan Pertanian. Runtuhnya Pertanian Indonesia meng¬akibatkan rakyat tak tercukupi kebutuhan pangan dan gizinya. Malu rasanya dengan Republik Rakyat China yang mampu memberi makan dan kemakmuran bagi 1,35 milyar rakyatnya, padahal dengan iklim 4 musim, kesempatan bertani tidak ada di musim gugur dan musim dingin. Malu dengan Thailand, Malaysia dan Vietnam, negara-negara dengan sumber daya alam terbatas –sebagian lebih muda dalam kemerdekaannya– mampu surplus pangan dan memakmurkan rakyatnya dengan pertanian.
Kedua, kemandirian politik semua bangsa di dunia dimulai dengan kemandirian pangan 1). Amerika, Jepang, China, Uni Eropa tidak membiarkan dirinya tergantung dengan negara manapun dalam hal pangan, pemerintahnya melakukan berbagai kebijakan dalam kerangka program dukungan domestik pertanian untuk mendorong petani memproduksi pangan, menyimpan stok dan memberikan insentif ekspor. Hal tersebut di atas sudah disadari pemerintah negara-negara Asia, kecuali Indonesia.
Ketiga, mari kita inventarisir primary product, yang paling mungkin dijadikan “panglima” untuk memakmurkan rakyat Indonesia. Singapura, negara dengan dengan SDM & SDA sangat terbatas memilih primary product: menjadi yang terunggul dalam pendidikan serta pelayanan kesehatan, pilihan ini sangat tepat dengan posisinya tepat di jantung ASEAN menjadi pilihan warga ASEAN untuk sekolah dan berobat. Kalau kualitas teknologinya sama buat apa sekolah atau berobat ke Amerika/Eropa? Jepang memilih primary product berbasis teknologi otomotif, mesin produksi dan elekronika, Jerman memilih otomotif dan permesinan, New Zealand memilih susu & produk olahannya.
Sekarang apa primary product kita yang bisa dijadikan “panglima”? Kita punya pertambangan: minyak bumi, gas, logam mulia dan hasil tambang lainnya, tapi semua sudah habis dibagi-bagi untuk kapitalis asing, sisanya yang dikelola BUMN tak dapat mencukupi kebutuhan rakyat, pertambangan tak bisa jadi panglima, kecuali Presiden RI berani menasionalisasi semua pertambangan asing, seperti Presiden Evo Morales.
Kita punya kekayaan hutan tropis yang melimpah & bisa menjadi potensi utama untuk menyejahterakan rakyat, apabila dikelola dengan bijaksana. Kenyataannya kekayaan hutan hanya dimanfaatkan untuk memperkaya sekelompok orang saja. Maraknya illegal logging dan pem-babatan hutan besar-besaran untuk perkebunan sawit memusnahkan hasil hutan yang seharusnya dikelola negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya secara bijaksana untuk kemakmuran rakyat. Kehutanan tak bisa jadi panglima, karena potensinya sudah jatuh ke tangan para trilyuner dunia baru dari Indonesia, yaitu: pemilik perusahaan-perusahaan kayu dan minyak kelapa sawit (CPO).
Kita punya kekayaan laut, salah satu terbesar di dunia. Tapi lagi-lagi sumber daya kelautan Indonesia telah dikuras kapal-kapal asing –illegal fishing– yang dengan bebas keluar masuk dengan kapal penangkap ikan canggih: berkecepatan tinggi, dilengkapi radar, GPS, sonar pencari ikan tiga dimensi dan bersenjata lengkap. Hingga terlepas dari kongkalikong dengan aparat lokal, kapal TNI-AL pun kesulitan menangkap mereka karena kalah canggih. Nelayan yang menjadi ring pertama untuk disejahterakan pun tidak bisa diberdayakan dengan cepat karena kendala mahalnya teknologi, medan, spesifikasi produk –bukan pangan pokok– serta rendahnya kualitas hidup nelayan yang semakin terhimpit oleh kenaikan BBM. Bicara BBM, kembali main-set pemerintah harus diubah dari bagaimana cara mensubsidi bagi rakyatnya menjadi bagaimana cara memakmurkan rakyat. BBM di seluruh dunia naik jauh lebih tinggi dari Indonesia, tapi mengapa mereka tetap bisa men¬jalankan usaha? Sebab mereka jauh lebih makmur dari kita. Tapi hati-hati me¬nyampaikan pemikiran ini pada publik yang sudah terlanjur salah kaprah dalam menyikapi subsidi, hal ini rawan diplintir media dan lawan politik. Mengingat populasi nelayan & potensi kekuatan kelautan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka Kelautan menjadi prioritas utama kedua.

Pilihan panglima untuk memakmurkan rakyat tinggal satu, yaitu: Pertanian. Angka kemiskinan menurut Bank Dunia adalah penduduk usia kerja dengan pendapatan di bawah US$2,-/hari adalah 49% dari populasi penduduk Indonesia atau + 103 juta orang. Menurut BPS kategori miskin adalah yang berpendapatan di bawah US$ 1,50/hari) 19% + 40 juta orang. Logika kita –setelah kenaikan BBM– definisi Bank Dunia lebih masuk akal karena US$2,- tersebut adalah Rp 18.500,- lebih rendah dari UMR Jawa Tengah s/d Nopember 2008 Rp 715.000,- per bulan atau Rp 23.833,- per hari. Dari sekitar 103 juta orang miskin tersebut sekitar 70% adalah petani yang tinggal di pedesaan.
Tantangan menyejahterakan petani akan menjadi peluang terbesar mengalahkan kemiskinan di Indonesia, karena: (1).Populasi petani dan keluarganya merupakan populasi terbesar. (2).Dengan membangun dan memak¬murkan desa –infrastruktur, suprastruktur, diklat dan sarana produksi, akan memberikan efek De-urbanisasi, dimana orang-orang dari kota akan mengalir ke desa dengan adanya peluang kerja di desa. Ini berarti kota lebih mudah diatur, tidak macet, tidak sumpek, kriminalitas menurun, permintaan barang-barang kebutuhan –baik pokok, sekunder maupun tersier– dari desa ke kota semakin banyak, ini berarti roda perekonomian desa dan kota berputar dengan cepat. Deso dadi rejo, Kutho tambah mulyo (Desa jadi makmur, kota bertambah mulia/sejahtera). (3) Membangun desa berarti: Mengentaskan KEMISKINAN, Mengurangi PENGANGGURAN, Melestarikan LINGKUNGAN, Memanfaatkan LAHAN TERLANTAR, Mengembalikan HARGA DIRI PETANI ! 2)

Membangun Desa beserta pertanian, sama sekali bukan pekerjaan mudah. Gambaran kondisi pertanian kita saat ini adalah: (1) Tidak ada penelitian yang memadai sehingga tidak ada bibit unggul, (2) Tidak memadainya sarana prasarana irigasi, menyebabkan jika hujan banjir, jika kemarau kekeringan, (3) Tidak ada pembelajaran, sehingga petani buta teknologi. Ketiga hal tersebut menye¬bab¬kan: Jutaan hektar tanah terlantar, petani dibiarkan berjuang sendiri akhirnya pertanian Indonesia hancur lebur dan negara tergantung dengan barang import. Untuk mengurai masalah tersebut mari kita telaah lebih mendalam. Ada tiga kelompok besar Petani Indonesia, yaitu:
1. Petani Komoditi Pangan. (Beras, jagung, kedelai, dan sebagainya). Petani golongan ini tidak pernah bisa bersaing dengan produk impor, karena orientasi pemerintah saat ini adalah konsumen membeli produk pangan dengan harga murah, dimana action pemerintah ketika harga pangan tinggi, adalah melakukan import dan operasi pasar dengan harga murah. Pertandanya adalah apabila Menteri Perdagangan dan Perindustrian sudah blusukan (keluar-masuk) pasar, maka Petani Komoditas Pangan bersiap-siap menurun kesejahteraannya, karena hasil produksinya akan bernilai murah akibat operasi pasar dan import. Celakanya lagi pemerintah malah menurunkan bea masuk impor ketika beras dan kedelai mahal, ini artinya pemerintah mensubsidi petani beras Vietnam dan petani kedelai Amerika! Apakah ada kata yang lebih pas selain “tidak pintar” dan “tidak waras” untuk pemerintah? Sebenarnya impor komoditas pangan –beras, kedelai, jagung– adalah kejahatan terhadap seluruh rakyat Indonesia, karena dibeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya dengan menggunakan uang negara, dimana keputusan import atau tidak import lebih ditentukan dari besarnya uang insentif per kilogram beras/kedelai yang diterima oleh orang-orang semacam Widjanarko Puspoyo –mantan Kabulog yang korupsi. Khususnya petani Indonesia dirugikan dobel karena berasnya selalu terbeli di bawah biaya produksi, artinya dengan keringatnya, petani Indonesia mensubsidi setiap nasi yang kita makan.
Solusinya: Pemerintah harus menetapkan berbagai upaya kebijakan dalam kerangka program dukungan domestik pertanian untuk mendorong petani memproduksi pangan, menyimpan stok dan menutup kran impor. Aplikasinya antara lain: mengaktifkan kembali KUD, penyuluh dan lumbung, membangun infrastruktur, sarana irigasi dan waduk-waduk. Sistem selengkapnya bisa mencontoh dan menyempurnakan kebijakan pertanian Presiden Suharto di tahun 1980-an, tidak semua kebijakan Suharto harus dibuang, yang baik tetap harus kita ambil.
2. Petani Komoditi Bahan Baku Industri. (karet, kopi, teh, tebu, cengkeh, kakao dan sebagainya). Petani golongan ini nasibnya juga tidak lebih baik dari petani komoditi pangan, karena selalu tidak pernah mendapat harga wajar di saat panen. Sebagai produsen, petani terdiri atas jutaan orang yang tidak terorganisasi, sedangkan pabrik sebagai konsumen jumlahnya sedikit, tapi kapitalisasi sangat besar. Akibatnya –sebagai contoh petani cengkeh– saat panen raya petani tidak punya posisi tawar yang kuat, harga cengkeh ditindas habis-habisan oleh pabrik rokok. Pabrik rokok tidak mau beli cengkeh, padahal petani butuh uang untuk hidup sehari-hari, sekolah anak dan kebutuhan lainnya, akhirnya harga berapa saja petani terpaksa harus jual. Kalau harga cengkeh jatuh baru pabrik rokok memborong. Solusinya: Pemerintah mendirikan Koperasi Induk Cengkeh di tingkat provinsi, kemudian dengan dana talangan membeli cengkeh petani berapapun jumlahnya dengan margin keuntungan minimal 30% dari biaya produksi. Kemudian pemerintah yang barganing dengan pabrik rokok, agar mendapatkan harga wajar. Dengan cara ini pasti pemerintah menang karena pabrik rokok paling banyak hanya punya cadangan cengkeh untuk 14 bulan. Pabrik rokok tak akan sanggup menganggung biaya overhead, operasional dan gaji buruh kalau harus berhenti berproduksi. Komoditas lain bisa juga memakai pola ini.
3. Petani Komoditi Hortikultura. (durian, lengkeng, buah naga, melon, jeruk). Belum banyak pihak yang menyadari potensi ini, yang hasilnya 3-7 kali lebih besar dibandingkan komoditi pangan dan bahan baku industri. Kami dapat mengatakan seperti itu karena kami menjalani pemberdayaan petani holtikultura. Konsumsi masyarakat kita untuk buah-buahan import sangat tinggi yaitu senilai Rp 10 trilyun/tahun (Kompas, 2007), membanjiri supermarket hingga kios buah pinggir jalan. Porsi ini yang akan kita rebut. Kalahkan buah impor! Solusinya: Apabila kita menanam buah dengan bibit, pupuk dan teknologi yang sama dengan yang diterapkan petani luar negeri, hasilnya ternyata jauh lebih baik dari buah yang dihasilkan petani luar negeri baik dari segi kualitas maupun kuantitas, karena kita mempunyai keunggulan kesuburan tanah dan iklim karunia dari Tuhan.
Yayasan Obor Tani dan PT Cengkeh Zanzibar telah berhasil mengebunkan varitas buah-buahan unggul di Indonesia dalam skala produksi besar lebih dari 250 hektar dan berhasil menyeleksi varitas-varietas yang unggulan seperti: Durian Monthong –yang ditanam di Indonesia jauh lebih berkualitas (rasa, performa, tekstur) daripada Monthong yang berasal dari Thailand, begitu juga dengan Lengkeng Itoh/Biao Khiao, Mangga Khiao Sawei/Nam Dokmai, Jeruk, Srikaya Australia, Buah Naga, Rambutan Binjai, Sawo Mega dan Kelapa Pandan Wangi. Dimana di Thailand dan Malaysia penelitian dan rekomendasi varietas unggulan yang bisa ditanam petani dilakukan oleh pemerintah. Lihat Foto: 2

Penyelesaian Masalah Irigasi
Prioritas pertanian yang harus diperkuat adalah pertanian lahan kering, sebab pertanian sawah masih tetap bisa berproduksi dengan baik dengan adanya irigasi teknis dan anggaran reguler pemrintah. Pertanian di lahan kering-lah yang harus mendapat perhatian lebih.
Secara masif pemerintah Indonesia selama lebih dari dua dekade tahun 1960-1980-an membangun sarana dan prasarana irigasi pertanian dengan membangun waduk/ bendungan-bendungan berskala besar, berikut saluran air dari mulai saluran primer hingga tersier, didukung pemenuhan tenaga penyuluh pertanian dengan jumlah dan kompetensi yang cukup, dibangunkan balai benih dan pabrik pupuk yang kredibel, Kredit Usaha Tani yang nggenah, Program Intensifikasi Pertanian, Panca Usaha Tani dan pembentukan kelompok tani yang benar, membuat pada era tersebut pertanian Indonesia meraih kejayaan bahkan sempat swasembada untuk beberapa komoditas.
Kemudian korupsi yang mulai merajarela tahun 1980-an hingga saat ini, membuat hak-hak petani untuk mendapatkan air ikut terampas. Waduk-waduk raksasa (Jatiluhur, Mrica, Sempor, Karangkates, Kedungombo) awalnnya adalah realisasi ide yang luar biasa! Namun waduk beserta infrastruktur yang sudah dibangun susah payah itu, kini tak lagi terpelihara dengan baik. Kerusakan terbesar disebabkan oleh faktor fisik –retak, bocor, ambrol- dan sedimentasi, dimana endapan lumpur di waduk jauh lebih banyak dari kapasitas airnya.
Cara memecahkannya adalah dengan membangun waduk mini tadah hujan di puncak-puncak bukit dengan luas kurang lebih sama dengan lapangan sepak bola. Membangun waduk besar saat ini bukan lagi solusi yang tepat. Waduk besar butuh dana trilyunan rupiah, juga sarat dengan permasalahan ekologi-lingkungan dan sosial. Pertanyaannya seberapa besar waduk di puncak bukit dan apakah mencukupi untuk mengairi tanaman buah-buahan? Hasil perhitungan kami, pada lahan 20 hektar ditanami Lengkeng Itoh (Bangkok) dengan jarak tanam 7 x 7 m dapat memuat 4.000 pohon. Kebutuhan air untuk 5 bulan musim kemarau per pohon 1.500 liter atau 1,5 m3 dikalikan 4.000 pohon, maka dibutuhkan air sebanyak 6.000 m3. Waduk yang kita buat berukuran 40 m x 75 m dengan kedalaman 3 meter, berarti kapasitas embung 9.000 m3. Dikurangi penguapan air sebesar 20% (1.800 m3), air tersedia di waduk 7.200 m3, sangat mencukupi untuk menyiram tanaman selama 5 bulan musim kemarau.
Luas areal untuk waduk 40 m x 75 m = 3.000 m2. Ditambah luas bibir waduk, kaki waduk, jalan di bawah kaki waduk dan green belt keseluruhan luas untuk bangunan waduk adalah 7.000-7.500 m2. Jadi untuk lahan 200.000 m2 (20 hektar) diperlukan luasan tempat untuk waduk seluas 7.000 – 7.500 m2, artinya kurang dari 4 % dari keseluruhan luasan tanaman yang harus disiram.
Apakah air yang ada di dalam waduk dapat bocor (jawa:rembes) atau meresap ke dalam tanah? Tentu tidak karena waduk mini tersebut kita lapisi Geomembran, terbuat dari High Density Polythylene (HDPE) sebuah teknologi dari GSE Lining USA. Menampung air hujan dengan waduk mini sudah lama diterapkan di Australia dan Taiwan. Apabila kita melintasi dua wilayah negara tersebut dari jendela pesawat akan terlihat ratusan ribuan waduk mini. Di Indonesia teknologi geomembran ini sebelumnya sudah banyak dipakai untuk danau-danau buatan di lapangan golf dan tambak udang/bandeng. Garansi kekuatannya hingga 20 tahun. Total harga waduk mini untuk 20 hektar: pekerjaan tanah, geomembran, pavingisasi bibir waduk antara Rp 300 – 400 juta. Dengan pemasangan rumput lereng waduk dan pagar swadaya penduduk. Berapa kepala keluarga (KK) bisa dihidupi? Minimal 100 KK dengan asumsi per KK mempunyai lahan seluas 2.000m2 dengan 40 pohon Lengkeng Itoh. Pada tahun ke-3 Lengkeng mulai dibuahkan berapa penghasilan per keluarga?
Pendapatan per 2.000m2, tahun ke-3 : 40 phn x 15 kg x Rp. 10.000,- = Rp. 6.000.000,- /th.
Pendapatan per 2.000m2, tahun ke-4 : 40 phn x 30 kg x Rp. 10.000,- = Rp. 12.000.000,- /th.
Pendapatan per 2.000m2, tahun ke-5 : 40 phn x 70 kg x Rp. 10.000,- = Rp. 28.000.000,- /th.
Pendapatan per 2.000m2, tahun ke-6 : 40 phn x 100 kg x Rp. 10.000,- = Rp. 40.000.000,- /th.
Lengkeng Itoh adalah lengkeng unggul berproduktivitas tinggi yang menjadi motor utama produksi lengkeng di Thailand, Malaysia dan China.
Inilah yang dinamakan membalik main-set dari rakyat itu pasti miskin diubah menjadi Rakyat Harus Kaya. Di mana pada tiap lahan seluas 2.000 m2, pada tahun ke-4 dapat memberikan penghasilan minimal Rp. 1 juta per keluarga. Apakah Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa?
Penyebarannya pun akan sangat cepat karena setelah 100 KK pertama terlihat berhasil maka pohon lengkeng tersebut dapat dicangkok atau diokulasi, kemudian bibitnya disebarkan ke seluruh penduduk desa. Sehingga paradigma One Village One Product (OVOP) dapat tercapai, setelah kualitas dan dan kuantitas terpenuhi maka perdagangan akan berjalan dengan sendirinya dan dengan lancarnya. Ini baru contoh satu varitas buah unggul Lengkeng Itoh, belum Srikaya Grand Anona, Durian Monthong, Durian Kan Yao, Mangga Nam Dokmai, Manggis. Paling tidak ada 12 jenis tanaman buah unggul dengan 72 vatietas yang sudah teruji berhasil ditanam di Indonesia. Kita harus yakin bahwa semua buah impor bisa ditanam dengan lebih baik di Indonesia, tak hanya buah tropis tapi buah sub-tropis seperti: Pear, Apel Fuji, Anggur, Leci dengan penelitian dan adaptasi pasti dapat ditanam di Indonesia. Lihat Foto: 3

Pada tahun 2008 ini Yayasan Obor Tani, dengan dana Rp 1 milyar hasil urunan 10 pengusaha antara lain: Harjanto Halim-Marimas, Hari Budianto-Nutrifood, Budi Dharmawan-Cengkeh Zanzibar, Lisa Tirto Utomo-Aqua, Harsono Enggalhardjo, Iwan Arman-Laksana, Royanto Rizal-NRC, sudah mendirikan Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) di 1 desa di Desa Genting, Kec. Jambu, Kab. Semarang. Desa tersebut kini sudah dibangunkan waduk mini dan kebun Lengkeng Itoh seluas 21,7 hektar. Kebun dikelola oleh Yayasan Obor Tani dalam selama 3 tahun hingga bisa berproduksi, untuk selanjutnya dihibahkan kepada 126 kepala keluarga di Desa Genting.
Tahun 2009 target Yayasan Obor Tani, bisa membangun Sentra Pemberdayaan Tani di 5 desa miskin dan tandus di Jawa Tengah, yaitu satu desa di Wonokerto Kec. Bancak-Kab. Semarang, satu desa di Kec. Musuk-Bololali, satu desa di Kab. Kebumen (akan dibantu Ibu Wagub. Hj. Dra. Rustriningsih, MSi., sebuah desa di Rembang/Blora dan satu desa lagi di eks karesidenan Pekalongan (Pekalongan-Tegal-Pemalang).
Jika ingin mengunjungi kebun contoh aneka buah tropis yang sudah berproduksi stabil dapat berkunjung ke Plantera Kebun Ngebruk seluas 234 hektar, milik PT. Cengkeh Zanzibar di Ds. Sidokumpul, Kec. Patean, Kab. Kendal.
Untuk melaksanakan semua itu tidak bisa mengandalkan pemerintah dan instansinya apabila jalur birokrasi pemerintahan masih seperti saat ini. Karena Pegawai Negeri Sipil (PNS) pemerintah dan dinas terkait masalah pertanian belum bisa bekerja dengan efektif dan efisien. Mereka terlalu tambun, lamban, miskin kreativitas dan dedikasi kepada rakyat. Waktunya habis untuk kerja-kerja formalitas administrasi yang tidak berorientasi pada keberhasilan setiap kegiatan. Para pembaca pasti keki, kalau masuk ke ruang kerja para PNS karena yang dibicarakan adalah dokumen harus rangkap berapa? Ditanda tangai siapa saja? Rekanan mana yang harus dikasih proyek? Harus ndereke penggede siapa dalam acara apa? Dengan ritme kerja yang lamban dan camuk-camuk makan makanan kecil di meja kerja. Memang tidak semua PNS begitu, ada yang sudah memikirkan dan melaksanakan hasil dan manfaat kegiatan mereka untuk masyarakat, tapi ya mayoritas 90% masih saja begitu.
Bisa terlaksana kalau Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, konsisten dengan program Mbangun Deso, mengadakan revolusi birokrasi dan mengefektifkan sistem anggaran. Tapi apakah bisa Bibit Waluyo menggerakkan mesin PNS dan birokrasi yang sudah berpuluh-tahun berjalan seperti itu? Apakah Bibit Waluyo bersama DPRD bisa mengefektifkan sistem anggaran yang cerdas seperti Bupati Sragen? Tidak ada yang tidak mungkin, tapi akan bertambah sulit apabila staf ahli gubernur masih ada yang nyambi jadi calo proyek.
Salah satunya jalan adalah menghimpun Corporate Social Responbillity (CSR) dari para pengusaha, karena para pemilik perusahaan tersebut juga memerlukan saluran pengelolaan CSR oleh lembaga yang tepat dan terpercaya. Cara berikutnya adalah dengan menganggarkan dalam APBD/APBN dengan meyakinkan DPR/DPRD. Cara lainnya dengan mencari dana hibah internasional yang lebih mudah apabila dilakukan dengan pendekatan antar pemerintah (G to G).
Akhir kata ada 5 hal yang mutlak harus diberikan untuk menyejahterakan petani yaitu: (1) WADUK MINI di puncak bukit-bukit kering; (2) PENGETAHUAN & TEKNOLOGI tentang jenis tanaman yang layak ditanam; (3) SENTRA DIKLAT bagi Petani; (4) PENYULUH PERTANIAN yang kompeten & militan; (5) BIBIT, PUPUK & OBAT TANAMAN, yang terjamin mutunya. Lima hal tersebut telah terdapat di dalam Sentra Pemberdayaan Tani, Yayasan Obor Tani.

*) Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Teknologi Pangan Unika Sogidjapranata, bekerja sebagai
Sekretaris Eksekutif Yayasan Obor Tani

Catatan pustaka :
1) Kwik Kian Gie, dalam acara peluncuran buku “Membangun Kemandirian Pangan” diselenggarakan HKTI, di Jakarta, 4 Agustus 2004.
2) Budi Dharmawan, dalam “Pokok-pokok Pemikiran Budi Dharmawan” dipaparkan dalam Penggemblengan Kader pada ulang tahun ke-2 , Yayasan Obor Tani di Semarang, 17 Januari 2008.

Superioritas Jambu Biji & Buah Naga sebagai Pangan Fungsional Lengkap

9

Selain memerlukan ansupan gizi -protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral- untuk menunjang kehidupan dan kesehatan sehari-hari, tubuh kita juga memerlukan kandungan zat aktif dalam ‘Pangan Fungsional’. Zat aktif tersebut antara lain adalah: Antioksidan dalam asam asorbat, karoten dan anthocyanin, serta serat pangan dalam bentuk pektin. Di antara buah-buahan dan sayur-sayuran, ternyata jambu biji dan buah naga menempati peringkat teratas sebagai buah penyedia manfaat dari pangan fungsional.

Istilah Pangan Fungsional memang belum begitu akrab di Indonesia. Cabang baru dari ilmu pangan dan kesehatan ini memang mulai diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 2000-an. Terminologi pangan fungsional lahir di Jepang, dimana konsep pangan dipergunakan secara spesifik untuk kesehatan, yang disebut dengan FOSHU selesai dirumuskan pada tahun 1991.

Definisi Pangan Fungsional

Pangan Fungsional dapat dide­finisikan dalam tiga syarat. (1) Pangan Fungsional mempunyai penampilan seru­pa dengan makanan konvensional yang dikonsumsi seperti pada umumnya serta  terbukti mempunyai manfaat fisiologis dan/atau mengurangi resiko penyakit kronis, di luar fungsi dasarnya sebagai penyedia nutrisi. (2) Adalah produk yang mengandung ramuan khusus dimana menawarkan manfaat pengobatan kepada konsumen yang dapat tercakup pada makanan sehari-hari. (3) Suatu makanan dapat dihargai sebagai “pangan fung­sional” jika secara memuaskan dapat menunjukkan satu atau lebih pengaruh yang bermanfaat bagi fungsi tubuh, di luar nilai gizi yang dipenuhi, dengan cara meningkatkan kesehatan dan kebugaran atau mengurangi resiko penyakit.

Apabila bahan aktif yang berman­faat dalam Pangan Fungsional tersebut diambil dan dikumpulkan kemudian difor­mula­sikan seperti obat -serbuk, sirup, kapsul atau pil- maka bentuk baru terse­but disebut nutraseutikal.

Nutraseutikal sendiri-nutraceutical-ber­asal dari kata nutrition dan pharmaceutical. Diperkenalkan pada 1989 oleh Stephen DeFelice, MD, pendiri dan ketua Yayasan Inovasi Medis. Nutraseutikal didefinisikan sebagai suatu produk hasil dari isolasi dan purifikasi pangan, yang pada umumnya dijual dalam bentuk serupa obat, biasanya tidak dianggap sebagai makanan. Sebagai ciri dari nutraseu­tikal ditunjukan dengan mempunyai manfaat fisiologis atau dapat melawan penyakit-penyakit kronis (Retnaningsih, 2007).

Karakter Jambu Biji dan Buah Naga

Jambu biji (guava) dan Buah Naga (dragon fruit) adalah dua buah terbaik yang memenuhi kriteria sebagai Pangan Fung­sional diantara puluhan jenis bu­ah dan sayur­an yang ada. Se­lain mempunyai “kesaktian” se­bagai pangan fung­sional jam­bu biji dan buah naga mempunyai keung­­gulan yang jarang dimiliki buah dan sayur lainnya yaitu kemudahan dalam berco­cok tanam, produktivitas tinggi dan berbuah sepan­jang tahun. Dua buah hebat tersebut tidak ber­asal dari Indonesia, namun berkem­­bang pesat dan mempunyai kan­dungan nutrisi lebih baik dari tempat dimana berasal.

Jambu biji (Psidium Guajava L) berasal dari daerah tropis benua Amerika -Amerika Latin. kemudian menyebar ke seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, mulai dari tepi pantai hingga pedalaman pegunungan. Di Indonesia kebanyakan ditanam di peka­rang­­an meskipun kini banyak yang me­nge­bunkan setelah buah ini populer.

Kulit buah yang berbau harum saat matang  ini sangat tipis, biasa­nya ikut dimakan serta mengandung banyak serat pangan dan anti­oksi­dan. Warna kulitnya hijau terang hingga kuning muda dengan warna daging putih, kuning, merah muda dan merah. Da­ging buahnya ada dua jenis ya­itu berwar­na putih dan merah dengan biji me­ngum­pul di te­ngahnya. Jambu biji berbuah ham­pir sepan­jang tahun, de­ngan musim puncak panen pada bulan musim panas.

Buah Naga ter­masuk  tanaman su­kulen yang masih dalam keluarga besar kaktus. Tanaman de­ngan buah tercantik dalam keluarganya ini, umumnya dima­kan dalam buah se­gar. Di Asia Teng­gara disebut Dragon Fruit, karena buah­nya mirip bola api naga, binatang dewa imajiner dalam budaya di kawasan ini. Nama lain di Asia Tenggara dan Indochina adalah strawberry pear, pitaya, pitahaya, dan night-blooming cereus, dan paninio­kapunahou or paipi pua (Hawaii). Tanam­an ini aslinya berasal dari selatan Meksiko, wilayah pasifik dari Guatemala, El Savador dan Kosta Rika. Umumnya ditanam di sepanjang dataran rendah tropis di benua Amerika.

1. Daging buah putih, kulit merah (Hylocereus undatus). Varietas yang paling umum. Mempunyai ting­kat kemanisanan yang terendah diban­ding dua varitas lainnya.

2.      Daging buah putih, kulit kuning (Selenicereus megalanthus). Ini adalah varietas termanis dari varietas lainnya dengan ukuran buah terkecil.

3.      Daging buah merah/ungu, kulit merah: Hylocereus polyrhizus/H. costaricensis (daging ungu atau super merah). Buah dengan mahkota bunga terbesar ini, di antara dua jenis buah naga berkulit merah, varietas ini lebih manis. Buah yang dihasilkan terbesar di antara semua varietas buah naga, dengan berat buah dapat mencapai lebih dari 1 kg.

Buah naga sangat mudah dibudida­yakan, dengan pengembangbiakan melalui stek. Dengan bahan organik yang cukup sudah bisa tumbuh dengan baik, ditambah tiga persyaratan utama yaitu: tanah yang porus, intensitas matahari yang penuh (12-14 jam), adanya tiang penyangga. Sebagai anggota keluarga tanaman sukulen, buah naga tidak membutuhkan banyak air. Air yang berlebihan dapat mengakibatkan busuk batang dan busuk akar.

Dalam Jambu Biji dan Buah Naga terkandung zat aktif dengan konsentrasi yang termasuk dalam kategori pangan fungsional. Zat aktif tersebut adalah: (1) Antioksidan dalam asam asorbat (bakal vitamin C), karoten (bakal vitamin A) dan Anthocyanin. (2) Serat pangan dalam bentuk pektin.

Mekanisme Kerja Antioksidan

(1). Antioksidan berperan dalam tu­buh kita untuk mene­tralkan radikal bebas (free radical scavengers). Radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat mem­ba­hayakan ke­lang­­sungan kehi­dup­an ma­nusia. Radikal bebas terse­but dapat merusak sel dan ja­ringan tubuh sehingga metabolisme tidak bisa berjalan sebagai­mana mestinya.

Mekanisme anti­­­oksidan -asam asorbat, karoten dan anthocyanin- me­nang­kap radikal bebas dengan cara melepas­kan melepaskan satu atom hidro­gen kemudian berikatan dengan satu radikal bebas. Dengan meka­nisme seperti itu, reaksi radikal dapat dihancurkan atau dikurangi energinya. Pemberian atom hidrogen ini akan menyetabilkan radikal bebas dan berhenti melakukan gerakan ekstrim, sehingga tidak merusak lipida, protein, dan DNA (materi genetik) yang menjadi target kerusakan sel. Dengan awet dan terpe­liharanya kesehatan sel-sel maka dapat memperlambat proses penuaan. Selain itu vitamin C juga dapat memper­cantik dan mencerah­kan kulit.

Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa hasil penelitian nilai TSP (total fenolik larut/total soluble phenolics) dan TAA (total asam asorbat/total ascorbic acid) jambu biji dan buah naga menduduki peringkat atas. (jambu biji merah no.1, jambubiji putih no.3, buah naga merah no.4 dan buah naga putih no.7. Kombinasi TSP dan TAA mengindikasikan tingginya aktivitas antioksidan, dimana baik jambu biji maupun buah naga yang berwarna daging buah merah mempunyai aktivitas antiok­sidan yang lebih tinggi dari pada yang berdaging putih. Hal tersebut berkaitan dengan pigmen merah, betalaines dan beta karoten yang punya aktivitas antioksidan.

Salah satu contoh aktivitas antiok­sidan lannya adalah menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL), yang menyebabkan viskositas darah menjadi rendah /mengen­tal. Selanjutnya mencegah pengendapan lemak pada dinding pem­buluh darah. Ini dapat menghalangi terjadinya tahapan inisiasi penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pada akhirnya risiko serangan jantung koroner dan stroke akan berkurang.

Buah naga merah dan jambu biji merah lebih disukai konsumen karena disamping rasanya lebih enak, kaya akan mikronutrien. Pada penelitian mengenai Total kandungan fenolik (TSP), aktivitas antioksidan dan anti­pro­liferatif dari Buah Naga Merah dan Jambu biji merah pada sel melanoma, ber­ha­sil disimpulkan kedua buah tersebut meru­­pakan sumber utama antioksidan dan agen antikanker.  Bahkan total kandungan fenolik (TSP) dalam daging buah naga merah besarnya sama dengan yang ada pada kulitnya. Semakin tinggi nilai TSP maka aktivitas antioksidan akan semakin tinggi pula.

Mekanisme Kerja Serat Pangan

(2). Serat pangan dalam  makanan mempunyai keuntungan bagi kesehatan. Dampak fisiologis dari ketidakcukupan serat kon­sumsi serat adalah sembelit, peningkatan resiko penyakit jantung, dan peningkatan fluktuasi hormon insulin dan glukosa darah. Dengan stabilnya hormon insulin dan glu­kosa darah oleh pektin (serat pangan), menja­dikan Jambu biji dan buah naga sangat baik untuk penderita diabetes. Se­lain itu konsumsi makan­an yang mengandung pektin telah terbukti dapat mengu­rangi berat badan ka­rena kaya akan serat yang mudah larut

Buah-buahan dan sa­yur-mayur di dalam pangan manusia sangat mengun­tungkan, karena kandungan serat pa­ngan makanannya dapat me­ngen­dali­kan bebe­rapa jenis kanker. Besar­nya ansupan kon­sumsi serat berkenaan dengan pola makan, saat ini ditentukan dengan satuan ” adequate intakes” (AI) untuk serat pangan dida­sarkan pada 14 g serat tiap 1,000 kalori. US-FDA menya­ratkan nilai “daily reference value” (DRV) pada label makanan untuk kan­dungan serat adalah 25 g serat untuk 2,000-diet kalori.

Serat pangan sebagian besar tersu­sun dari  karbohidrat komplek beberapa tidak dapat dicerna. Satu komponen utama sertayang dapat larut adalah pektin, dimana sebagian besar terdiri atas residu asam uronik seperti asam galactu­ronik. Pektin dan poli­sakarida dapat larut lainnya mengalami meta­bolisme dalam jumlah kecil di dalam usus ha­lus dan seba­gian besar lainnya dalam usus yang besar melalui enzim bakteri, meng­ubah itu ke dalam produk yang berperan meme­lihara koloni mikroflora, yang punya peng­aruh baik bagi pencer­naan.

Serat yang tidak dapat larut seperti selulosa  yang dite­mukan pada dinding sel tanaman dapat mem­bantu mem­buang sisa toksin mela­lui beberapa meka­nis­me. Pengelu­aran toksin dan kele­bihan unsur dari dalam tubuh tersebut dibantu se­nya­wa albumin. Pada mekanis­me ini kanker usus besar dapat dicegah dan memper­cepat proses pem­buangan air besar.

Untuk kandungan serat pangan dapat dilihat pada tabel 4 bahwa nilai TDF (total serat pangan/total dietary fiber) dan pektin (serat tumbuhan) pada jambu biji merah menduduki pering­kat tertinggi, sementara yang putih berada diposisi no. 4. Sementara buah naga merah peringkat no. 5, hanya saja buah naga putih mengan­dung TDF dan pektin yang rendah.

Kesimpulan dan Anjuran

Telah dipaparkan di atas bahwa kombinasi antara antioksidan dan serat pangan mampu mencegah berbagai penyakit akibat degradasi sel, pertum­buhan abnormal sel dan degenaratif, seperti kanker usus besar, tumor, diabetes, stroke dan penyakit jantung. Buah jambu biji dan buah naga telah terbukti berperan  membawa zat-zat aktif yang termasuk dalam pangan fungsional untuk mencegah berbagai penyakit tersebut.

Memasukkan sumber panga fung­sional berupa jambu biji dan buah naga ke dalam daftar menu harian kita dengan berselang-seling akan membawa manfaat  besar, dimana zat-zat aktif yang dimilikinya akan menjaga kesehatan dan mening­katkan imunitas tubuh kita dari serangan penyakit. Mengenai bagaimana menda­patkan secara murah, bersih dan kontinyu kita tidak akan kesulitan  karena dua jenis buah tersebut sangat mudah di budi­dayakan di pekarangan rumah kita (*)

*) Penulis adalah mahasiswa Program Magister Teknologi Pangan Unika Soegijapranata Semarang & Sekretaris Eksekutif Yayasan Obor Tani Indonesia.

Membuahkan Tanaman di Luar Musim

100

Rahasia memunculkan buah-buahan di luar musimnya hanya diketahui oleh sedikit orang. Padahal sangat banyak orang yang sangat ingin mengetahui teknologi ini, termasuk Anda. Dari sedikit orang yang tahu rahasia tersebut, hanya sebagian kecil yang mengerti persis teknologi ini dan menerapkan­nya dengan tepat. Banyak kejadian setelah pohon berhasil dibuahkan dengan lebat, tapi kemudian pertumbuhannya merana bahkan mati. Rahasia ini akan bagikan agar pohon buah dan pekebun yang menjadi “korban” dapat dikurangi. Berikut ini “rahasia” tersebut dipaparkan.

Teknologi memunculkan buah di luar musim, disebut teknologi off-season. Tujuan teknologi ini ada dua yaitu, pertama adalah murni motif ekonomi yang ditujukan untuk menaikkan harga komoditas buah-buahan jauh lebih tinggi dibandingkan ketika dalam mu­simnya –on season. Tujuan kedua lebih idealis, pada aplikasi kebijakan peme­nuhan pangan buah-buahan masyarakat agar tersedia sepanjang tahun. Komoditas buah-buahan yang sudah teruji berhasil dalam penerapan teknologi off-season adalah: lengkeng, durian, mangga, apel, jeruk dan jambu air.

Tujuan aplikasi teknologi off-season pertama -motif ekonomi­- dilakukan ber­kaitan dengan erat dengan karakteris­tik produk komoditas agobisnis yang berbeda dengan komoditas lainnya. Produk agro­bisnis mudah sekali rusak, mempunyai bio-massa besar, memerlukan tempat luas untuk gudang dan transpor, hasil pro­duknya beragam/multi grade (Gumbira, 2001). Dimana jika sedang panen raya –on-season, buah-buah seperti tidak ada harganya, terjual dengan harga sangat murah. Sedang jika tidak sedang musim, buah dengan kualitas dan kuantitas yang sama dijual dengan harga berkali-kali lipat lebih mahal. Contoh konkretnya ada pada komoditas mangga, jeruk dan durian

Fenomena menarik yang berhu­bungan dengan Penjaminan Mutu Pangan (Food Safety), terjadi dalam bisnis buah-buahan, contohnya pada saat tidak musim Jeruk Lokam atau Ponkam dengan  mutu yang sangat buruk (off-grade) tetap habis diserbu pembeli. Dengan buah bisa dibu­ahkan sepanjang musim, maka keterse­diaan buah akan merata sepanjang tahun dengan jumlah yang cukup. Sehingga konsumen tetap memperoleh buah ber­mutu baik dengan harga wajar.

Bagi orang yang sudah mengetahui teknologi off-season, hal ini merupakan peluang bisnis yang sangat menarik. Namun seringkali untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya teknologi ini tidak diterapkan dengan bijak, apalagi jika yang menerapkan adalah klan peda­gang -pengijon, tengkulak dan pem­borong. Satu contoh penerapan teknologi yang tidak bijak banyak terjadi pada perkebunan mangga rakyat di Rembang, Ngawi, Situbondo, Probolinggo dan Pasuruan. Dimana jauh sebelum musim mangga mulai para pengijon sudah mendatangi petani/pekebun mangga, mereka mengontrak -mengijon mangga lebih tinggi dari harga pasaran biasa, petani senang bukan kepalang, keun­tungan besar dalam benaknya.

Kemudian setelah deal, para peng­ijon mengaplikasikan zat pengatur tumbuh (ZPT), yang menghentikan fase vegetatif dan memunculkan fase generatif bunga dan buah. Biasanya dengan aplikasi ZPT buah mangga akan berbuah maju dua  bulan sebelum musimnya dan berbuah amat sangat lebat. Pengijon untung besar, karena selain harga mangga berlipat-lipat, kuantitas produksi mangga juga berlipat-lipat. Petani berpandangan bahwa Peng­ijon sedang beruntung –tiba beja, bahasa Jawanya- karena anugrah alam. Petani baru sadar ketika sehabis panen pohon-pohon mangganya tidak segera pulih dengan tumbuh pupus dan tunas baru. Pohon mangganya semakin hari semakin merana, daunnya banyak yang mengering, gugur atau mengeriting, dahan ranting mengkerut dan mudah patah (getas), daya tahan tanaman lemah (mudah terserang hama dan penyakit), dan tak jarang panen tersebut menjadi adalah panen terakhir karena pohon tersebut akhirnya mati.

Berbagai Teknologi Off-season.

Sebenarnya pada jaman mbah-mbah kita dulu teknologi off-season ini sudah diterapkan, antara lain tapi dengan cara mekanis antara lain dengan cara:

  1. Kerat : Mengerat pembuluh floem (kulit pohon) melingkar sepanjang ling­karan pohon sampai kelihatan pembuluh xylem (kayu pohon).
  2. Pruning : Memangkas daun, cabang dan ranting, hingga pohon gundul atau tersisa sedikit daun.
  3. Pelukaan : Melukai pembuluh floem dengan benda tajam. Bentuknya bisa dengan mengerok, mencacah, mema­ku atau mengiris kulit kayu.
  4. Pengikatan : Mengikat erat pohon de­ngan kawat hingga transpor hasil foto­­sintesa pembuluh floem terhambat.
  5. Stressing air : Tidak menyiram ta­naman hingga mencapai titik layu permanen, kemudian dengan tiba-tiba melakukan penggenangan per­akaran dan pangkal batang hingga jenuh air dalam waktu tertentu.

Kelima teknologi off-season konven­sional ini, pada prinsipnya adalah meru­bah perbandingan unsur carbon (C) dan nitrogen (N) –C/N ratio– dalam tubuh tanaman. Cara konvensional ini mem­punyai kelemahan yaitu tak terukur. Kalau aplikasinya kebetulan pas, ya berhasil tapi kalau tidak pas ya ga­gal. Dalam ber­budidaya cara konvensional ter­sebut tidak dire­komen­­­dasikan, karena selain tidak bisa mem­berikan kepastian, juga dapat meng­akibatkan kerusakan pohon se­ca­ra fisik dan fisiologis.

(Baca artikel ter­kait: Bagaimana C/N rasio Menen­tu­kan Pembungaan)

Cara terkini yang terukur dan paling ba­nyak dipilih adalah dengan menggu­nakan agro-chemical, beru­pa bahan aktif zat pe­ngatur tumbuh (ZPT). Pada prinsip­nya tek­nologi agro-chemical ini merubah fisiologis tanaman dengan cara meng­hambat fase pertum­buhan vegetatif de­ngan peran hormon atau senyawa kimia tertentu, agar muncul fase generatif -bunga dan buah (Unggul Su­roso, 2008).

Tanaman yang ingin dibuahkan di luar musim harus memenuhi tiga prasyarat penting, yaitu :

  • Tanaman sehat, dengan ditandai percabangan merata, daun berwarna hijau tua mengkilat dan tidak sedang terserang hama atau penyakit.
  • Tanaman sudah cukup umur atau sudah pernah berbunga. Pem­bu­ngaan di bawah umur dapat meng­akibatkan terganggunya pertum­buhan vegetatif tanaman yang meng­akibatkan postur tanaman menjadi kerdil dan tidak sehat.
  • Lebih utama tanaman tidak dalam fase akselerasi pertumbuhan vege­tatif dalam bahasa Jawa disebut mepet (huruf vokal e dibaca seperti pada kata: pedang). Ditandai dengan tidak adanya: pertumbuhan tunas tanaman dan daun baru (pupus).

Pengaplikasian ZPT

Pada dasarnya, setiap sub-familia tanam­­an mempunyai ZPT yang berbeda-beda, walaupun ada ZPT yang bisa memberikan pengaruh pembungaan yang signifikan pada beberapa jenis tanaman. ZPT yang dipergunakan untuk memun­culkan bunga di luar musim antara lain adalah: NAA, Auxin, Gibberelin, Pak­lo­butrazol dan Po­tasium Klorat (KClO3).

Natrium NAA (Naphthyl Acetic Acid/Asam Naftali Asetat), adalah jens ZPT yang mempunyai kegunaan men­dorong pembungaan serem­pak pada tanaman. Dengan konsentrasi 5-10 ppm disem­prot­kan ke seluruh bagian tanaman terutama stomata daun terbukti dapat memunculkan bunga.

Auxin secara khusus jarang diper­dagangkan dengan merk dagang tertentu, karena harganya per miligramnya yang sangat mahal. Tergolong dalam bahan laboratorium yang bisa didapatkan di toko bahan kimia. Auxin digunakan dalam dosis kecil, part per million (ppm), berfungsi untuk merangsang perpanjangan sel, pembentukan bunga dan buah, per­tumbuhan akar pada stek batang, mem­perpanjang titik tumbuh serta mencegah gugur daun dan buah.

Gibberelin sebelumnya juga terma­suk bahan laboratorium yang mahal dan dipergunkan dalam dosis kecil seperti auxin, tapi kini sudah banyak di jual di pasaran da­lam bentuk suspensi, dengan merk antara lain: ProGibb dan Super Gib. Apabila meng­inginkan Gibberelin murni bisa diperoleh di toko bahan kimia dengan kode GA3 atau GA6. Gibberelin berfungsi membuat tanaman berbunga sebelum waktu­nya, membuat tanaman buah besar-besar tanpa biji, membuat tanaman jadi rak­sasa, mem­percepat tumbuhnya biji dan tunas dan merangsang aktivitas kambium. Baik auxin maupun gibberelin lebih cocok diper­gunakan untuk tanaman semusim seperti cabe, melon, semangka dan labu.

Paklobutrazol di pasaran memiliki nama dagang diantaranya Patrol, Cultar, Goldstar. ZPT ini berfungsi menghentikan fase vegetatif dan memacu fase generatif. Penggunaan secara berlebihan dapat mengakibatkan, batang dan dahan getas, daun menge­riting dan pertumbuhan vegetatif dapat terhenti (stagnan) hingga kurun waktu 3 tahun. Terbukti efektif dipergunakan pada tanaman keras seperti mangga, apel, jambu air, jeruk dan durian.

Potasium Klorat (KClO3). Bahan kimia yang masih saudara dekat dengan bahan peledak yang dipakai Amrozi cs. dalam bom Bali ini, pada dosis tertentu telah terbukti dapat memunculkan bunga. Keberhasilan percobaan pembungaan yang dilakukan di Thailand, kini telah dipergunakan secara masal untuk komo­ditas lengkeng (Dimo­carpus longan) dan leci (Litchi chinensis).

Selain ZPT-ZPT tersebut di atas, ada juga produk untuk memunculkan buah off-season yang disajikan secara terpadu. Komposisi tidak hanya mengandung ZPT tetapi juga asam amino, unsur makro NPK dengan perbandingan tertentu dan mikro (Mg, Mn, B, Zn) yang dibutuhkan tanaman pada saat pembungaan dan pengisian buah. Ini dilakukan untuk memastikan pada saat tanaman dibuahkan di luar musim tidak akan kekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Merk dagang di pasaran ada berbagai macam seperti, untuk mem­buahkan lengkeng ada Formula Narin yang berasal dari Thailand atau Farmpion Booster dan Champion buatan Malaysia, yang bisa didapatkan di toko-toko per­tanian seperti: Hortimart AgroCenter Bawen-Semarang dan Trubus-Ungaran.

Syarat Pasca Aplikasi.

Pasca aplikasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: Tanaman harus tercukupi air, Pemupukan bunga-buah yang tepat (waktu, komposisi & dosis), Sanitasi lingkungan dan Pengendalian hama dan penyakit. Sebenarnya pem­buahan di luar musim adalah pekerjaan berat bagi tanaman, sebab metabolisme dalam tubuh tanaman akan berubah -dari vegetatif ke generatif- dan berjalan dengan cepat. Hal itu yang menjadikan syarat agar air, nutrisi, sanitasi dan kesehatan tanaman harus terpenuhi.

Air diperlukan untuk tranpor nutrisi (hara) dari akar hingga proses fotosistesis yang berlangsung lebih cepat dengan kuantitas lebih banyak dari biasanya, mengingat hasil fotosintesis berupa pati dan fruktosa diproduksi dalam jumlah besar untuk pengisian buah. Pupuk kompos dan pupuk anorganik dengan komposisi Nitrogen rendah dan Fosfor-Kalium tinggi (misal NPK 10-30-30) diper­lukan untuk mendukung pem­ben­tukan bunga-buah. Pupuk kompos se­baiknya diberikan dua bulan sebe­lum aplikasi dilakukan de­ngan jumlah -untuk ta­naman umur 3 tahun- minimal 20 kg. Sedang pupuk anorganik diberikan dua kali lebih banyak daripada saat tanaman tidak berproduksi, untuk tanaman umur 3 tahun diberikan NPK nitrat 40 gr tiap 30 hari x 5 kali aplikasi, dengan cara diko­corkan dengan 5 liter air diantara pangkal batang dan batas tajuk terluar.

Berikutnya sanitasi dilakukan de­ngan cara membersihkan gulma total yang berada di bawah tajuk tanaman, sedang gulma/rumput di luar tajuk cukup dibabat 2-3 cm agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit. Hama yang dapat menggagalkan pembentukan bunga-buah adalah kutu putih yang hidup sebagai parasit pada pupus dan daun muda, ulat hijau kecil penggerek pupus dan lalat buah yang bertelur pada bakal buah. Untuk kutu putih dan ulat hijau dapat dibasmi dengan insektisida dengan perekat, sedangkan untuk lalat buah dijebak dengan perang­kap/lem berbahan aktif metil eugenol, merk di lapangan adalah Petrogenol, ATP, Laila dan Cherry Glue. Sebab apabila lalat buah tidak segera ditangkap, ia akan merontokkan buah, bertelur pada bakal buah dan larvanya akan kita temui di dalam buah yang sudah matang.

Sebenarnya pemenuhan syarat pasca aplikasi inilah yang paling penting berhu­bungan dengan kelangsungan hidup dan kesehatan tanaman. Terapkan tek­nologi ini dengan bijaksana agar tanaman Anda berbuah lebat dan pohon tetap sehat. (*)

*) Penulis adalah Sekretaris Ekse­kutif Yayasan Obor Tani dan Mahasiswa Program Magister Teknologi Pangan Unika Soegijapranata Semarang