Ketua Yay. Obor Tani, Budi Dharmawan Dharmawan bersama Ganjar Pranowo memberikan pandangan tentang model pemberdayaan petani. tidak hanya itu Wakil Ketua Pembina Yay. Obor Tani Budi Widianarko yang juga Rektor Unika Soegijaprana, memberikan sambutan dalam penutupan Magang SPT di Plantera Agrowisata sekaligus dilakukan Penyerahan sertifikat magang dari Obor Tani kepada peserta magang . Peserta Magang SPT dari Desa Belik, Kec. Belik, Kab. Pemalang dan Desa Tegalrejo, Kec. Wirosari, Kab. Grobogan.
Kunjungan KADIN JATENG ke Provinsi Samut Sakhon, Thailand.
Kunjungan KADIN JATENG ke Provinsi Samut Sakhon, Thailand. Lengkeng yang nantinya akan menggantikan Itoh, karena besar buah dan daging buahnya 1,5 kali Itoh. Satu tangkai beratnya bisa mencapai 5 kg. Setangkai buah di tangan kanan 3,6 kg, sedang setangkai buah di tangan kiri 3,1 kg. Bibit sudah masuk di Indonesia, namanya Lengkeng Phet Ban Phaeo (Pilihan Daerah Phaeo).
BANTAL EMAS MASSAL DARI NEGARA TROPIK.
Senin, 20 Mei 2013 , 03:03:00
Manufacturing Hope 78
BANTAL EMAS MASSAL DARI NEGARA TROPIK
DURIAN montong lagi ditanam secara masal di PTPN VIII Jawa Barat. Saat ini sudah tertanam 250 hektare (ha) dan akhir tahun nanti sudah menjadi 1.500 ha. Tiap tahun jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 3.000 ha. Maka, tiga tahun lagi tidak perlu impor bantal emas itu (montong dalam bahasa Thailand berarti bantal emas).
Manggis jenis wanayasa saat ini juga sudah tertanam sebanyak 250 ha. Seperti juga si bantal emas, akhir tahun ini sudah akan mencapai 1.500 hektare. Dadi Sunardi, Dirut PTPN VIII, memilih jenis wanayasa karena buahnya yang tidak terlalu besar. Pasar internasional tidak menyukai manggis yang terlalu besar. Dengan ukuran yang kecil-kecil, begitu manggis dibuka, isinya bisa dikorek dengan sendok teh.
Sambil menunggu pohon-pohon buah tropis tersebut tinggi, Dadi menanam pisang dan pepaya di sela-selanya. Tidak ayal, PTPN VIII kini sudah menghasilkan berkontainer-kontainer pepaya dan pisang.
Itu menggambarkan bahwa apa yang dicetuskan tahun lalu di Kementerian BUMN kini sudah mulai menjadi kenyataan. Selama ini kawasan tersebut dipaksa ditanami teh. Padahal, ketinggiannya tidak sampai 400 meter di atas permukaan laut. Dulu Belanda hanya mau menanam teh di lahan yang ketinggiannya di atas 600 meter.
Tapi, entah bagaimana di zaman Orde Baru lalu, lahan-lahan PTPN VIII yang di bawah 400 meter pun ditanami teh. Akibatnya, PTPN VIII selalu mengalami kerugian ratusan miliar rupiah dari lahan yang ditanami teh secara paksa ini.
Hampir saja saya memutuskan untuk menanam sorgum di lahan-lahan tersebut. Agar PTPN VIII terhindar dari kerugian. Bahkan, keputusan sudah dibuat. Untungnya, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Herry Suhardiyanto segera datang ke Kementerian BUMN bersama para ahli IPB. Rombongan ini membawa ide perlunya penanaman buah tropis secara besar-besaran dengan sistem korporasi.
Saya langsung menerima ide tersebut. Saking senangnya, saya sampai memukul meja keras-keras hari itu. Sampai-sampai Pak Rektor dan para ahli itu kaget. “Ini baru IPB!” teriak saya sambil memukul meja saat itu.
Saya baru sadar bahwa Indonesia sebagai negara tropis ternyata kurang memperhatikan kemampuannya menghasilkan buah tropis. Buah tropis lebih banyak dihasilkan pekarangan-pekarangan rumah. Saking kecilnya produksi buah tropis, sampai-sampai kita menyebutnya sebagai barang yang eksotis. Dan kita bangga dengan sebutan itu. Padahal, dengan gelar eksotis, berarti jumlahnya sangat sedikit.
Itulah sebabnya mengapa kita diserbu buah impor besar-besaran. Ketua Ikatan Alumni IPB Dr Said Didu menyebutkan, impor buah kita mencapai Rp 17 triliun setahun. Belum lagi bicara potensi yang bisa kita ekspor mengingat negara seperti Tiongkok, yang berpenduduk 1,3 miliar orang, tidak bisa memproduksi buah tropis.
Sebagai negara empat musim, Tiongkok hanya bisa memproduksi jenis buah-buah tertentu. Akan sangat lebar peluang kita untuk mengekspor buah tropis ke Tiongkok. Dengan demikian, banjirnya buah dari Tiongkok akan kita imbangi dengan banjirnya buah tropis di Tiongkok.
PTPN XII di Jatim juga sudah memulai. Pisang, pepaya, melon emas, dan makadamianya sudah mulai menghasilkan. Singgih Irwan Basri, Dirut PTPN XII, mengatakan akan terus menanam buah tropis di lahannya yang mencapai 60.000 ha. Di samping menanam sorgum di tanah-tanah marginalnya.
Tahun ini tanaman sorgumnya sudah bisa mencapai 3.000 ha. Irwan juga bergerak cepat sehingga soal sorgum dan tanaman buah tropis yang baru digagas tahun lalu sudah mulai terlaksana di lapangan.
Pengalaman seorang praktisi di Jateng, Pratomo, tanaman buah tropis benar-benar harus digalakkan di Indonesia. Setelah terjun ke buah tropis sejak lima tahun lalu, Pratomo menyimpulkan, tiap ha tanahnya menghasilkan di atas Rp 100 juta per tahun. Tidak ada yang di bawah Rp 100 juta. Bandingkan dengan hasil tanaman tebu, padi, dan palawija.
Di antara tanaman-tanaman buah tropis itu, menurut Pratomo, buah naga yang hasilnya paling besar. Bisa mencapai Rp 150 juta per ha per tahun. Durian menduduki ranking kedua dengan Rp 130 juta per ha per tahun. Kelengkeng, seperti jenis itoh, bisa menghasilkan Rp 120 juta per ha per tahun. Bandingkan dengan karet yang hanya sekitar Rp 20 juta per ha per tahun.
Syaratnya, tanaman buah tropis tersebut ditanam dengan sistem yang benar, dipupuk dengan benar, dan dirawat dengan benar. Bukan dibiarkan tumbuh apa adanya seperti pohon buah milik perorangan yang ada di pekarangan-pekarangan. Kelengkeng itoh, misalnya, satu pohon bisa menghasilkan 150 kg. Buahnya kesat, kadar manisnya mencapai 22, dan tidak mudah berubah cokelat.
Salah satu bentuk perawatan yang diperlukan adalah memperbaiki sistem pengairannya. Terutama untuk musim kemarau. Pratomo selalu membuat kolam di puncak bukit. Kolam itu dilapisi membran.
Di musim hujan, kolam seluas 40 x 60 meter tersebut menampung air hujan. Air itulah yang dialirkan melalui pipa-pipa kecil ke pohon-pohon di sekitarnya tanpa biaya pompa. Karena kolamnya berada di lokasi paling tinggi. Setiap kolam bisa mengairi 20 ha tanaman buah tropis selama musim kemarau.
Pekan lalu IPB mengadakan acara besar untuk menandai dimulainya gerakan menanam buah tropis dengan sistem korporasi ini. Di situ diadakan pameran buah tropis yang menyajikan penemuan-penemuan varietas baru. BUMN akan menangkap semua pemikiran dan penemuan yang ditelurkan IPB itu. Revolusi oranye bisa dimulai IPB. Setelah PTPN VIII dan PTPN XII, yang lain pun, termasuk yang di Sumut dan Jateng, segera mengikutinya.
Indonesia adalah negara tropis yang sangat besar. Harus menjadi penghasil buah tropis yang terbesar pula. Dalam waktu yang tidak terlalu lama. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Waduk Mini Yabortan yang di Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul. Fungsi Utama Waduk Mini SPT.
Hari ini baca di Koran Kompas Edisi 26 April 2013 halaman 18, tentang Waduk Mini Yabortan yang di Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul.
Fungsi Utama Waduk Mini SPT:1. Menampung air hujan dan air permukaan agar tetap berada di tempat yang tertinggi. Supaya dapat dipergunakan untuk irigasi gravitasi tanpa Pompa Listrik atau Pompa BBM
2. Sebagai Ibu yang akan menyusui ribuan “bayi” tanaman di perbukitan tandus yang berada di bawahnya. Terutama tanaman keras dan perdu hortikultura. Setelah 3 tahun “bayi” tanaman akan dewasa dan akan tunggangnya bisa mencari air sendiri di dalam tanah. Sehingga lahan tandus di perbukitan akan kembali hijau (seperti jaman awal peradaban manusia saat ozon masih tebal).
3. Menambal Ozon (O3). Satu Waduk Mini SPT dengan volume minimal 8000 m3 (8 juta liter) dapat menyusui 4000 tanaman keras horti seperti Durian, Lengkeng, Srikaya dll. di lahan seluas 20 hektar. Apabila tanaman sudah dewasa (berumur di atas 3 tahun, maka ribuan tanaman tersebut akan menjadi pabrik oksigen (O2) yang beroperasi terus menerus, tanpa mengenal hari libur. Oksigen (O2) akan naik ke atmosfer bumi, sampai lapisan stratosfer, kemudian apabila O2 menyerap sinar ultraviolet pada jarak gelombang 242 nanometer, maka terbentuklah Ozon (O3) baru, yang siap mempertebal dan menambal lapisan ozon. Inilah peran waduk mini dalam iklim makro.
4. Sebagai radiator iklim mikro di suatu kawasan. Dengan adanya waduk mini berkapasitas 8 juta liter, suhu di kawasan pada radius 1 km akan turun 2-4 derajat celsius. Sedang kelembaban akan naik 5-15%, karena uap air di sekitarnya akan selalu bergerombol di dekat tampungan air. Dampak positifnya (sungguh diluar dugaan kami sebelumnya, berdasar kesaksian petani peserta program SPT), tanaman yang ditanam atau di tumpang sari sekitar waduk SPT meningkat produksinya, seperti: tanaman pisang, jumlah sisirnya lebih banyak, ubi jalar umbinya lebih banyak, begitu juga dengan kacang tanah dan pepaya.
5. Goal-nya, Waduk Mini dan tanaman hortikultura parajumpers sale dapat memberikan peningkatan pendapatan (generic income) bagi petani peserta SPT.
— di Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul. parajumpers sale
Peresmian SPT Nglanggeran oleh Ngarsa Dhalem HB X disaksikan, Ketua Obor Tani Budi Dharmawan dan Bupati Gunungkidul Badingah.
Peresmian SPT Nglanggeran oleh Ngarsa Dhalem HB X disaksikan, Ketua Obor Tani Budi Dharmawan dan Bupati Gunungkidul Badingah. dengan Memberikan penjelesan tentang pola SPT kepada Sultan. Acara kemudian dilanjutkan dengan melakukan tanam perdana, oleh Sultan dan Ketua Yay. Obor Tani Budi Dharmawan.
Panen Perdana dan Pencanangan SPT Genting sebagai Kebun Buah dan Sentra Pembibitan Lengkeng Itoh di Jawa Tengah. — di SPT Genting, Lengkeng Itoh.
Panen Perdana Lengkeng SPT Genting. Gubernur Bibit Waluyo, Budi Dhamawan (Ketua Harian Obor Tani), Hendro Soswoyo (Ketua Dewan Pengawas Obor Tani).
Rebut Supermasi Buah Tropis Unggul di Indonesia dan di Dunia !!!
Begini lebatnya kalau Lengkeng dirawat dengan baik dan benar. — di SPT Genting, Lengkeng Itoh.
Setelah hujan hujanan 2 jam… akhirnya selesai juga acaranya. Dengan Mr. Ten Ahli Lengkeng dari Chiang Mai.
Hendro Siswoyo, Ketua Dewan Pembina, memanen Lengkeng Itoh di desa yang disumbangnya. parajumpers sale
Wagub Rustriningsih Kunjungi Desa Seboro, Desa Seboro Sebagai Desa Rintisan Desa Agrowisata
Wakil Gubernur Jawa Tengah Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si pada tanggal 07 Maret 2011 berkunjung ke Desa Seboro, Kecamatan Sadang untuk melaksanakan Tanam Perdana bibit Lengkeng Itoh bersama dengan Bupati Kebumen H Buyar Winarso dan Kepala Divisi Kredit Bank Jateng Cabang Kebumen (Windoyo). Kunjungan tersebut sekaligus sebagai tindak lanjut dari rencana Pengembangan Sentra Pemberdayaan Tani dalam bentuk pengembangan Kawasan Agrowisata di wilayah tersebut bersama Yayasan Obor Tani. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Yayasan Obor Tani Ir Budi Darmawan.
Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya pelestarian potensi sumber daya alam. Apalagi mengingat pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi dan salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam serta keanekaragaman hayati berbasis pada pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan secara terpadu.
Dengan dukungan Yayasan Obor Tani Masyarakat Kebumen berharap akan tercipta desa Seboro sebagai desa agrowisata. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pengembangan dan pengelolaan dan juga pengawasan yang tepat. Pengembangan Agrowisata memerlukan kreatifitas dan inovasi, kerja sama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik, termasuk didalamnya keterlibatan unsur masyarakat.
Ketua Yayasan Obor Tani Ir Budi Darmawan mengatakan dengan program Pengembangan Sentra Pemberdayaan Tani dalam bentuk pengembangan Kawasan Agrowisata, akan membangkitkan ekonomi rakyat. Pihaknya merencanakan akan mengembangkan sejumlah 35 desa di Propinsi Jawa Tengah yang diproyeksikan sebagai desa-desa Agrowisata. Manuan pada tahun 2011 , baru di 5 desa , salah satunya di Desa Seboro, kecamatan Sadang.
Sementara terkait permasalah pasokan air di wil;ayah Desa Seboro, menurut Wakil Gubernur Jawa Tengah Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si , saat ini telah dibangun sejumlah 7 buah embung di wilayah trersebut. Diharapkan dalam kurun waktu 3 tahun , masyarakat di sekitarnya sudah bisa memetik hasilnya. Usai dari Desa Seboro, bersama Bupati Kebumen H Buyar Winarso , SE dilanjutkan kunjungan ke Waduk Sempor.
Obor Tani Foundation– A Unique Development Program for Traditional Farmers
Tonny Sie – Canada
During my October 2010 visit to Indonesia, I had the opportunity of observing a unique development program aimed at raising the standard of living of poor villages in Central Java. “Yayasan Obor Tani” (Obor Tani Foundation), a foundation supported by several private industries, has been spearheading a program to help local village farmers cultivate quality tropical fruit farms.
The founder of this program, Mr Budi Dharmawan, who is a brother of the ex minister Kwik Kian Gie (Menko Ekuin / ketua Bappenas), reasoned that since Indonesia is blessed with plenty of sunshine, rain, and a very fertile volcanic soil, there is no reason why it can not be a top producer of quality tropical fruits. Ideally Indonesia should be a net exporter of tropical fruits. It is a sad irony that at the present moment the supermarkets in Indonesia are inundated with tropical fruits from overseas especially Thailand and China.
Mr Budi Dharmawan is the owner of a successful fruit farm business ‘Plantera – fruit paradise”. He has successfully produced quality tropical fruits: Durian, Longan, Dragon Fruit, Srikaya, Rambutan, varieties of Melons and others. The agricultural know-how acquired on this plantation is used as the basis for the education and development of the ‘tropical fruit farmer/grower village’.
The overall aim of the program is to increase the standard of living in the poor villages, to contribute to reducing the wealth gap within the Indonesian community and to prevent migration of the young villagers to the bigger cities.
The program relies on donations and participation from the private sectors. It is argued that by achieving a better standard of living, the poor villagers will have better resources and buying power to acquire products from the donor companies. Thus it will be a symbiotic proposition and a healthier community.
Specifically the objectives of ‘Yayasan Obor Tani’ are:
1. To adopt and apply modern agricultural technology to fruit growing.
2. To educate the local/traditional farmers.
3. To effectively cultivate the farmland to its maximal potential.
Traditionally, Indonesian farmers are involved in the cultivation of ‘food staple commodity’ (rice, corn, soy, etc.) or ‘raw material’ for the manufacturing industries (rubber, tobacco, coffee beans, cloves, tea, etc.). In both cases the village farmer can’t expect to gain good income from their efforts. In the first case the government controls the price of food commodity and in the second, the farmers are not in a good bargaining position against the manufacturing industries. For this reason the program chooses tropical fruit cultivation, because of a more favourable market price.
At the present moment the traditional village farmers do not possess the up-to-date technological know how to compete against the overseas professional tropical fruit growers. The strategy of ‘Yayasan Obor Tani’ (Farmer’s Torch Foundation) is to provide, in stages, the technological skill and know how, materials and modern land cultivation techniques to the village farmers.
The first stage is to select a traditional farming village consisting of about 100 individual heads of farmer families who own approximately 2000 m2 farmland each for a total of 20 hectares. The land remains the property of the farmers, however they will be giving rights to ‘Yayasan Obor Tani’ to develop it into a “Farmer/Grower Development Centre” (Sentra Pemberdayaan Tani – SPT).
At this centre a man-made pond of 7500 – 10000 m3 capacity is built at the highest elevation in the area. Its bottom is covered with geo-membrane to prevent rainwater from being absorbed into the ground. Water collected in the man-made pond during the rainy season will be used for irrigation during the dry season, by means of gravity. This will effectively irrigate the entire 20 hectares of farmland at little cost.
At this centre about 20 young farmer cadres from several villages (2 to 3 persons per village) will be exposed to modern agricultural/food growing techniques by Yayasan Obor Tani’s agricultural technicians. Living and accommodation expenses as well as the cost of seedlings, plant nutrients and chemicals, irrigation, education, and all operational costs are paid for by the foundation . A building containing a lecture hall, a meeting room, an administration office, and living quarters for student farmers, is provided on location.
These 20 cadres and the other 80 family farming heads are supervised and trained daily by the yayasan’s agricultural technicians (who are also living at the Farmer/Grower Development Centre) for about 3 ½ years. This is the time required for the fruit seedlings to mature into a fruit producing plant.
At time of the first harvest, Yayasan Obor Tani will then return the land to the respective farming heads, they will be assisted by the 20 graduated farming cadres in ensuring a successful tropical fruit growing business.
The yayasan’s agricultural technicians will follow up with monitoring the progress of the fruit farming villages on a regular basis. Yayasan Obor Tani also provides help in marketing the produce.
It is projected that this program will raise the farmer’s income from Rp 300,000.00 per month per family to a minimum of Rp 1,000,000.00. The program started in Central Java. At the time of my visit, there were 5 “Farmer/Grower Development Centres” (Sentra Pemberdayaan Tani – SPT) in operation. The plan is to open up another 25 SPT’s in Central Java and later on in other parts of Indonesia.
The first SPT (Farmer/Grower Development Centre) was built at the Ginting Village (dusun Gedeg, sub- district Jambu, regency Semarang), where Longan (dragon eye fruit) seedlings of the Itoh variety were planted. I visited it in October of 2010 just 3 months prior to its anticipated first harvest. The man-made pond was quite impressive, it contained a large volume of rain water. The land was well cultivated with the young Longan plants. The administration building containing the lecture hall, meeting room and living quarters for the students were located in the centre and near the man-made pond. Overall it represented a very well organized and cultivated farmland.
From my discussions with the local village head, local farmers and the yayasan technician, everybody seemed to be pleased with the development and was eagerly waiting for the first harvest. Everybody was very helpful in providing information about the program.
This appears to be a very holistic and integrated development program that includes land preparation, material selection, basic education in modern plant cultivation techniques. The Vice-Governor of Central Java (Dra. Hj. Ritriningsih Msi) acknowledged in her article that compared to the official government development programs, which more or less deals with one specific activity at a time (e.g. one or two-day training, seminars, providing superior seedlings, etc), the Yayasan Obor Tani’s program is a much more efficient and integrated. And above all it served as a confidence builder for the local farmers to raise their standard of living with their acquired modern fruit growing skills. (*)
Reference:
1. Yayasan Obor Tani power point presentation 25 November 2005
2. A New Approach to Develop Central Java by Dra. Hj. Ristriningsih. Msi, Vice Governor of Central Java.